Rabu, 07 Maret 2012

ISLAMISASI SYSTEM EKONOMI INDONESIA UNTUK PERBANKAN SYARIAH


Perkembangan Bank Saat Ini
            Dalam kehidupan sehari-hari, pasti kita tidak lepas dari kegiatan ekonomi. Mulai dari bangun tidur sampai kita tidur kembali. Kegiatan ekonomi ini tidak lepas dari bagaimana orang-orang memenuhi kebutuhan. Dalam realita saat ini, kebutuhan dalam keseharian ini tidak lepas dari yang namanya penggunaan uang sebagai alat tukar uantuk mendapatkan alat pemenuh kebutuhan tersebut.
            Uang menjadi instrument paling penting dalam kegiatan ekonomi sehari-hari dan menjadi momok yang menakutkan dengan keberadaan uang tersebut dan bisa juga jadi momok yang positif dalam kehidupan ini. Dari segi negative dengan keberadaan uang tersebut, orang menjadi ketakutan akan kehilangan karena saking berharganya uang tersebut. Dengan adanya kecenderungan sepeti itu, maka dibuthkan tempat untuk menyimpan dan mengambil uang yang sewaktu-waktu bisa digunakan. Dengan membutuhkan keamanan dan jaminan terhadap keberadaan uang tersebut. Oleh karenan itu, maka didirikanlah bank.
            Dalam pengertian sehari-hari, bank adalah suatu tempat dimana uang disimpan dan dipinjamkan. Dalam beberapa buku, khususnya kamus atau eksiklopedia, bank didefinisikan sebagai badan usaha atau perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan[1]. Dengan berbagai perkembangan zaman, definisi dari bank mengalami perubahan. Dalam konteks sekarang, perbankan adalah suatu badan usaha yang bisa menjadi kreditor dan debitor untuk memajukan perekonomian rakyat. Akan tetapi, itu tidak sesuai dengan apa yang menajdi latar belakang pendirian bank, yang ada hanya sekarang bagaimana bank dapat mengumpulkan uang dan meminjamkannnya kembali kepada kreditor dengan penentuan suku bunga yang tinngi. Ini merupakan fenomena yang sangat menyedihkan dalam perkembangan perbankan di Indonesia saat ini yang katanya mayoritas penduduknya adalah muslim.
            Sesuai perkembangan zaman tadi, definisi bank menjadi lembaga keuangan yang usaha pokoknya menerima simpan dan pinjam[2]. Sehingga bank tidak hanya simpan pinjam saja bahkan dapat berlaku lebih dari itu, dapat mengurusi perkreditan rumah, motor, dan barang-barang yang dapat di-bank-an. Bahkan perkembangan saat ini, bank menjadi sebuah institusi yang tidak hanya mengurusi keuangan, tapi mengurusi masalah politik, hukum dan yang paling gila lagi mengurusi masalah keagamaan.
            Kegiatan bank yang sangat dinamis dan telah merubah dirinya menjadi lembaga, institusi bahkan perusahaan yang lebih mengedepankan orientasi keuntungan dalam kegiatannya, akan muncul paham-paham positivism. Perkembangan zaman inilah yang menjadikan perkembangan bank baik di Indonesia maupun di dunia carut marut adanya.
Perbankan Indonesia Mengawal Kebijakan Ekonomi 
            Fenomena yang sekarang sedang menjamur adalah bank sebagai pemangku kebijakan ekonomi tertinggi yang akan menentukan arah kebijakan perekonomian bangsa ini. Ini diawali dengan Bank Indonesia sebagai Bank Sentral. Bank Indonesia secara resmi menjadi bank sentral sejak tahun 1953, menggantikan fungsi De Javasche Bank (DJB). DJB sendri didirikan pada tahun 1827 dan dinasionalisasikan pada tahun 1951 dan dibubarkan pada tahun 1953[3].
            System ekonomi yang dikawal oleh perbankan ini telah menjadi pemasok kebijakan dalam liberalisasi ekonomi Indonesia. Sehingga menghasilkan kebijakan yang menguntungkan hanya sebagian pihak. Pihak yang diuntungkan dapat tertawa dan tumpang kaki melihat penderitaan penderitaan pihak orang yang tertindas dan  teraniaya dengan adanya kebijakan tersebut yang merugikan pihak ini. Pihak yang menajdi korban inilah adalah mereka kaum dhuafa (mustadafien) yang dilemahkan dengan adanya system sepeti ini. Bahkan orang yang terlbat di dalamnya pun termasuk dari sebagian korban yang tidak sadar akan kelemahannya itu. Ini dirasakan oleh hanya beberapa persen dari penduduk negeri ini.
            Bank Indonesia yang merupakan kepanjangtanganan dari pemerintah telah melakukan serangkaian dererugasi sejak tahun 1983 dengan dimulainya dari sector keuangan[4]. Pada tahun itu pemerintah mulai melakukan rekonstruksi system perbankan untuk menentukan system perbankan dengan memberikan keleluasaan kepada perbankan untuk menentukan tingkat suku bunga depositonya. Dalam penentuan suku bunga ini pasti menekankan akan adanya orientasi keuntungan yang sebesar-besarnya untuk usaha perbankan. Bahkan pemerintah sendiri mengeluarkan kebijakan Pakto 88.
            Pakto 88 merupakan kebijakan lanjutan yang lebih fundamental lagi dalam menstimulasi mekanisme pasar di sector perbankan. Kebijakan ini adalah liberalisasi dan lebih mendasar di sector ini dengan instrument kebijakan yang memungkinkan pelaku ekonomi dapat dengan mudah mendirikan bank hanya dengan modal 10 milyar. Ini menyebabkan banyaknya pembukaan bank-bank baru yang menawarkan penjaminan terhadap uang nasabah yang menyimpan dan meminjam[5].
            Banyaknya kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia terkait system perekonomian di Indonesia membuat di Negara ini banyak memiliki bisnis perbankan yang berimplikaasi pada kebijakan hanya untuk meyimpan uang dan menyalurkannya dengan suku bunga yang tinggi. Kebijakan-kebijakan ekonomi yang lebih ditonjolkan dari adanya system perbankan ini lebih dititikberatkan pada penyaluran uang untuk berinvestasi. Apabila dikorelasikan dengan keadaan ekonomi Indonesia saat ini, menyebabkan banyak orang untuk menyimpan uang ke bank daripada berinvestasi untuk membuat suatu usaha. Ini disebabkan dari adanya kebijakan yang meleluasakan dalam penentuan suku bunga dan kebijakan Pakto 88 yang memurahkan dalam membuka usaha perbankan.
Islamisasi System Ekonomi
            Melihat fenomena system ekonomi Indonesia ini khusunya dalam sector perbankan ini terkesan lebih dipengaruhi oleh paham-paham Barat yang mengarah pada paham liberal. Paham ini lebih mengedepankan kebebasan individu dalam berusaha atau berbisnis. Liberalism system ekonomi Indonesia ini telah terjadi sejak zaman colonial. Proses liberalism ini cukup memakan waktu yang singkat karena konsepnya yang pemaksaan dan penjajahan terhadap bangsa ini.
            Dalam proses ini, perlu kiranya dilakukan revolusi system ekonomi dengan mengedepankan aspek keislaman. Dari factor keislaman yang sekarang menjadi dasar perubahan adalah penghapusan system bunga. Karena dalam agama islam bunga adalah salah satu contoh riba, sedangkan riba diharamkan dalam islam[6]. Perlu adanya islamisasi system ekonomi dalam menciptakan perbankan syariah.
            Proses islamisasi system ekonomi menunjukan adanya arah perbankan system ekonomi menuju kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat tidak akan tewujud apabila masih dalam system ekonomi yang carut-marut seperti sekarang ini. Analisisnya adalah kejanggalan tentang kebijakan pemerintah terkait system ekonomi Indonesia yang menerapkan system bunga. Arah kebijakan ini, kalau dilihat dari zaman dulu adalah karena adanya kepentingan-kepentingan Barat yang “bermain” di dalam ranah system ekonomi Indonesia. dengan kata lain, produk-produk paham Barat telah terkooptasi dalam system ekonomi. Salah satu paham yang paling terasa saat ini yaitu kapitalisme.
            Penerapan tentang islamisasi system ekonomi Indonesia ini yaitu penghapusan kebijakan system bunga dalam berbagai aspek bidang ekonomi, perbankan, perniagaan, kredit dan lain-lain.
Terwujudnya Perbankan Syariah
            Dengan adanya islamisasi system ekonomi sebagai penerapan dari analisis kritis ekonomi yaitu penghapusan system bunga dalam bidang perbankan. Penerapan perbankan syariah ini haruslah menjadi sebuah komitmen bersama dalam membangun perekomian bangsa. Dari terwujudnya perbankan syariah dengan penghapusan system bunga pada perbankan akan menjadi acuan masyarakat dalam memulai kehidupan ekonomi yang lebih baik lagi. perbankan syariah terwujudnya dengan berlandaskan islami dan berpedoman pada Al-Qur,an dan Hadist.
            Pada hakikatnya, perbankan syariah di Indonesia ini telah ada di Indonesia tetapi kuantitasnya masih kecil. Pada pasca krisis, jumlah bank yang melaksanakan kegiatan berdasar prinsip syariah justeru mengalami peningkatan yang luar biasa. Ini dapat dilihat dari banyaknya kantor yang membuka bank syariah, terdapat 568 kantor perbankan syariah dari 3 Bank Umum Syariah (BUS) dan 26 unit usaha Syariah (UUS) per Desember 2007. Jumlah ini adalah hasil pertumbuhan yang  luar biasa pesat dalam beberapa tahun ini[7].
            Ini menunjukan bahwa perbankan syariah memang telah terwujud tapi belum memberikan efek yang signifikan terhadap kemajuan perekomian bangsa dalam meningkatkan kesejateraan rakyat. Intinya yaitu perbankan syariah harus dapat menghapuskan system bunga pada system ekonomi bangsa ini. Maka dari itu akan tercipta system perbankan yang sehat tanpa bunga dengan tidak adanya kapitalisasi sector perbanka.
            Tanpa adanya bunga yang mengikat diharapkan dapat meningkatkan semangat jiwa wirausaha dengan modal pinjaman dari bank syariah tanpa bunga sehingga terwujud bisnis yang islami dengan menerapkan system bagi hasil. Dengan terwujudnya system ekonomi yang sehat baik di bidang bisnis perbankan sebagai sector keuangan non-riil dengan wirausaha yang menghasilkan uanag dari sector riil dapat bersinergi.
Kesimpulan
            System ekonomi Indonesia saat ini terlalu memfokuskan pada sector perbankan. Dari system inilah memacu adanya pembatasan hak-hak public dalam melakukan eksploitasi untuk mendapatkan kesejahteraannya masing-masing. Uang  menjadi objek kajian dalam perbankan membuat seolah-olah sangat menentukan nasib seorang individu bahkan bangsa sekalipun. Ini yang terjadi pada fenomena akhir-akhir ini.
            Perekonomian Indonesia akan dapat kembali pulih dari sakit panjangnya ini adalah salah satunya dengan mewujudkan perbankan syariah yang dimotori dengan islamisasi system ekonomi Indonesia. Ciri khusus dari perbankan syariah ini yaitu meniadakan system bunga yang dipikir-pikir sangat membebani rakyat. Tanpa adanya penghapusan system bunga ini perekonomian kita tidak akan dapat pulih dari sakitnya, bahkan akan lebih buruk lagi.
            Perbankan syariah akan menawarkan system simpanan dan pinjaman tanpa bunga dengan mengedepankan aspek kejujuran dan keikhlasan. Dari dua aspek itu akan terwujud sikap saling percaya antara nasabah dengan pihak bank dengan i’tikad daik dari keduanya. Secara islam, ini akan terwujud kesalehan pribadi yang berimplikasi pada terwujudnya tatanan masyarakat yang diridhoi Allah SWT.
            Oleh karena itu, islamisasi system ekonomi dari ekonomi konvensional menuju system ekonomi syariah sangat diperlukan tanpa adanya intervensi dari pemerintah yang memberlakukan system ekonomi yang lain. Ini adalah salh satu solusi dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia menjadi bangsa yang mandri dan menciptakan kesejateraan dan  kemakmuran rakyat.




[1] Awalil Rizky dan Wasyith Majidi. Bank Bersubsidi yang Membebani. Hal 96
[2] Dhonny Kurniawan S.Pd. kamus Praktis Ilmiah Populer
[3] Awalil Rizky dan Nashyit Majidi. Bank Bersubsidi yang Membebani. Hal 53
[4] H. Achmad Tirtosudiro. Pembangunan Ekonomi Nasional. Hal 141
[5] Ibid
[6] Al-Qur’an. Q.S Al-Baqarah: 275
[7] Awlil Rizky dan Nasyith Majidi. Bank Bersubsidi yang Membebani. Hal 219

Tidak ada komentar:

Posting Komentar