Kamis, 08 Maret 2012

FOKUS HMI-MPO DALAM MEMPERJUANGKAN KAUM MUSTADAFIEN


HMI Sebagai Organisasi Perjuangan
             Sebagai organisasi pergerakan yang menaungi mahasiswa islam, Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI-MPO) tentulah memiliki tujuan sebagai arah gerakan  organisasi dan merupakan satu tujuan perjuangan organisasi. Fokus tujuan HMI adalah terbinanya mahasiswa islam menjadi insan ulil albab dan turut bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat yang diridhoi oleh Allah SWT. Pada dasarnya tujuan dari HMI yaitu bagaimana caranya membentuk kader mahasiswa Islam menjadi insan ulil albab dengan memperjuangkan masyarakat sehingga dapat kembali ke jalan Allah SWT.
            Dalam konteks kemasyarakatan saat ini banyak sekali masyarakat yang menjadi objek penderitaan sebagai akibat dari penindasan kaum-kaum yang tidak berprikemanusiaan. Sebagai organisasi mahasiswa yang didalamnya terdapat sikap independensi tentulah harus memaknai akan kondisi kemasyarakatan yang akhir-akhir ini dalam keadaan tertindas.
            Independensi HMI merupakan pernyataan sikap terhadap semua kebenaran dari Allah SWT, memperjuangkan tanpa lelah dan siap menerima resiko perjuangan, memihak kepada siapapun yang juga memihak dan memperjuangkan nilai kebenaran dan akhirnya semata-mata menggantungkan diri kepada Allah SWT[1]. Dengan berlandaskan islam inilah sikap HMI dalam hal independensi akan mengedepankan konteks keislaman dalam keberpihakannya pada rakyat.
            Perjuangan HMI dalam melakukan perubahan system tatanan masyarakat sehingga terwujudnya masyarakat yang diridhoi Allah SWT itu tidaklah mudah. Karena banyaknya tantangan dan ancaman yang akan mengahalangi tujuan sebuah organisasi dalam menempauh ke arah kebenaran. Menemukan sikap independensi keorganisasian inilah yang harus tetap tertanam dalm diri setiap kader dalam pencapaian tujuan tersebut.
            Organisasi perjuangan akan dipertanyakan keberjuangan dan eksistensinya dalam membangun sebuah peradaban baru dalam suatu komunitas. Dalam korelasinya yaitu dengan Negara Indonesia pada khususnya dan masyarakat internasional pada umumnya.
Kaum Mustad’afien Fokus Perjuangan HMI
            Dalam perjuangan HMI pada periode sekarang ini yang menjadi focus permasalahannya yaitu tentang system ke-Indonesiaan untuk kaum lemah dan terpinggirkan[2]. Dengan kata lain, kaum mustad’afien. Focus gerakan ini menjadi sebuah wacana besar yang haurs diluruskan agar tercapai dari tujuan pokok HMI.
            Berbeda dengan awal-awal berdirinya, HMI hanya focus terhadap pembangunan, hubungan antar agama, debat tentang  sekularisasi dengan masalah yang bertalian[3]. Melihat fenomena seperti ini maka paradigm pergerakan HMI yang tertuang dalam Khittahb Perjuangan adalah identitas yang menjadi tafsir pergerakan HMI. Konteks perbedaan inilah yang harus coba untuk dipahami oleh para kader agar arah perjuangan HMI tidak salah langkah.
            Dalam memperjuangkan kaum mustad’afien inilah yang harus dikaji dan direpresentasikan agar tercipta sebuah konsep dalam pembangunan peradaban umat yang matang. Tanpa disadari, indepensi ke-HMI-an itu perlu untuk dikaji dan dipertanyakan karena melihat dari tujuan yakni mewujudkan masyarakat yang diridhoi oleh Allah SWT.
            Focus perjuangan HMI sebagai objek yang harus dirubah adalah suatu tantangan sehingga kita dapat menerapkan konsep-konsep serta pemikiran agar dapat diterima oleh masyarakat. Sebagai subjek pembaharu masyarakat, kader HMI harus dapat memahami karakteristik masyarakat yang terjebak dalam keadaan kaum mustad’afien.
            Kaum mustad’afien yang dimaksudkan adalah kaum yang lemah dan terpinggirkan. Karena dengan kelemahannya, kaum ini tidak sadar akan kelemahannya, bahkan tidak sadar lagi akan dirinya bahwa mereka itu dilemahkan,---mungkin juga termasuk kita di dalamnya---. Kelemahan dari kaum inilah yang perlu kader HMI perjuangkan dan jika bisa ini kan menjadi sebuah kekuatan dalam membangun sebuah peradaban baru.
            Apabila dikerucutkan kembali, kaum mustad’afien ini dalam konteks keIndonesiaan sekarang ini yaitu mereka orang-orang fakir-miskin, pengemis dan gelandangan, anak jalanan, orang pelosok yang jauh dari peradaban dan orang-orang yang masih merasa terjajah dengan system Indonesia yang saat ini berjalan sehingga tidak dapat bertindak apa-apa (kebebasan dibatasi).
            Keberpihakan HMI pada kaum mustad’afien inilah yang menjadi sumber referensi kita dalam mempertahankan sikap dan sifat independensi ke-HMI-an. Sikap dan sifat indepensi inilah yang harus dimiliki oleh setiap kader agar tidak terjebak pada perangkap pragmatisasi kehidupan. Sehingga tercipta daya kritis yang dapat membangun peradaban umat.
            Analisis yang sedang terjadi dalam pengkajian kaum mustad’afien ini adalah mengapa mereka sampai terjebak pada kaum yang lemah dan kenapa ini harus terjadi?. Memang pada hakikatnya, perbedaan antara kaum yang lemah dengan kaum yang kuat ini tidak dapat dipisahkan seperti dualism sisi mata uang. Antara bertolak belakang, tapi yang menjadi problemnya yaitu adanya kesenjangan yang sangat jauh antara dua kaum ini, seakan-akan kaum ini tidak memahami akan artinya hidup bersama dan berinteraksi antara manusia dengan manusia lainnya (hubungan sosial).
HMI Dalam Memperjuangkan Kaum Mustad’afien
            HMI sebagai organisasi kemahasiswaan yang mejadikan islam sebagai ideology dalam perjuangan dan islam sebagai ad-Dien yang diridhoi oleh Allah SWT, Sang Pemilik Alam Semesta[4]. Maka tiada solusi yang terbaik selain merubah kesenjangan yang terjadi saat ini dengan menggunakan system islam.
            Islam menawarkan solusi yang sangat tegas dengan berpedoman pada Al-qur’an dan hadist untuk kehidupan masyarakat sehari-hari. Dengan seiring berjalannya waktu dalam pengaturan system inipun terus banyak mengalami perubahan. Adanya ijma, qiyas, dan sumber hukum islam yang dapat dijadikan referensi kehidupan. Karena segala sesuatu permasalahan umat yang terjadi sekarang ini dikembalikan lagi ke dalam hukum Allah SWT[5].
Model penanaman nilai-nilai keislaman agar permasalahan kesenjangan antara kaum mustad’afien dengan kaum penindasnya yaitu dengan adanya system keadilan[6]. Karena keadilan akan menempatkan sesuatu sesuai dengan tempatnya yakni dalam hal ini sebagai manusia. Orang-orang lemah, fakir-miskin, kaum gelandangan, pengemis dan kaum mustad’afien lainnya tidak akan hanya terus dalm kehidupan yang hina dan dalam keadaan tertindas. Begitu pula sebaliknya terhadap kaum penindas yang disebut sebagai orang kaya.
Harapan yang diinginkan dari system keadilan ini adalah mereka dapat sadar. Kaum yang lemah (mustad’afien) menjadi sadar bahwa dari kelemahannya yang mereka alami ini ada kekuatan untuk bangkit agar tidak selalu hidup dalam kesusahan dan kemiskinan. Sedangkan untuk kaum yang merasa kuat sepeti kaum pejabat, konglomerat, pengusaha dan lain-lain yang dengan kekuatannya dapat mengeksploitasi tenaga orang miskin sewenang-wenang, mereka dapat sadar bahwa kekayaan/harta yang mereka miliki itu adalah milik Allah SWT dan hanya bersifat sementara. Penyadaran akan semuanya itu memerlukan proses dan model penyadaran yang nantinya tidak ada intervensi kepentingan dalam HMI.
Proses penyadaran kaum musta’afien ini memerlukan waktu yang sangat lama karena mereka telah terlanjur memahami bahwa kemiskinan adalah ujian dari Allah SWT dan semua itu harus disyukuri. Mereka terima apa adanya. Modelnya, HMI ini harus dapat membuat sebuah lembaga kajian yang meneliti tentang kemiskinan dan gejala sosial yang terjadi pada kaum mustad’afien. Ini dimaksudkan untuk dapat membedakan antara kaum mustad’afien yang miskin karena sistemik atau factor sosial dengan kemiskinan yang ujian dari Allah SWT. Caranya dengan mengadakan pengajian-pengajian di dalam komunitas kaum mustad’afien, membuat lembaga pendidikan yang dapat membaca karakteristik orang-orang miskin dan mengadakan perubahan system sosial dalam tubuh sosial kaum mustad’afien.
Kesimpulan
            Focus perjuangan HMI yang menjadi objek perubahan untuk dapat mewujudkan masyarakat yang diridhoi Allah SWT adalah sebagian orang, tapi jumlahnya mayoritas dari mereka yang menjadi kekuatan utama penguasa. Ini merupakan tantangan yang sangat serius. Proses perjuangannya pun memerlukan waktu yang sangat lama. Kaum mustad’afien merupakan kaum yang lemah dan terpinggirkan. Inilah kajian HMI masa depan, selain ideologi dan system yang carut-marut ini.
            Kaum mustad’afien ini kaum yang lemah, mereka lemah akan tetapi tidak tahu akan kelemahannya. Mereka tidak sadar, sadar atau tidak sadar kaum mustad’afien ini dengan kelemahannya, tapi bagaimana HMI sebagai organisasi kemahasiswaan yang berjuang untuk kepentingan umat dapat mengembalikan keadaan sesuai dengan posisi dan porsinya masing-masing. Terkadang, kita sendiri tidak sadar akan amanah dan tugas keorganisasian yang memiliki independensi. Independensi inilah yang sekiranya mampu menjadi cambuk perjuangan HMI dalam merubah paradigma berpikir kadernya khususnya dan masyarakat pada umumnya tentang focus objek perubahan perjuangan HMI yakni kaum mustad’afien.
            Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri penyadaran kaum mustad’afien untuk menyadari kelemahannya sebagai sebuah keniscayaan karena pada akhirnya mereka pun akan sadar dengan sendirinya seiring dengan perubahan zaman ini. Akan tetapi, jika kita tidak bergerak untuk menjadi pelopor perubahan tersebut, siapa lagi……..


[1] Pengantar Memahami Konstitusi HMI
[2] ibid
[3] Victor Tanja. HMI: Sejarah dan Kedudukannya di tengah gerakan-gerakan muslim Pembaharu di Indonesia. hal 133
[4] Al-Qur’an. Q.S Ali Imran; 19
[5] Ibid. Q.S Asy-Syura: 10
[6] Ibid. Q.S An-Nisa: 105-115

2 komentar:

  1. Alhamdulillah. Moga HMI MPO tetap solid dantetp dlm lindungan Allah swt, sehingga mampu mencetk insan/mahasiswa/i berakhlaqul Qorimah. Aamiin.

    BalasHapus